Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Damai Natal Dihati Kia



Mentari pagi bersinar menyapa Kia melalui celah jendela kamar dan tiupan angin halus menyapa lembut pipinya. Hari ini adalah hari minggu, hari yang sangat Kia sukai karena ia akan pergi beribadah dan menghabiskan weekend bersama keluarganya.
“Selamat pagi tuhan Yesus, aku berharap hari ini menyenangkan” harap Kia dalam hati.
Kia Anatsha Eka gadis cantik berusia enam belas tahun yang terlahir dari keluarga harmonis dan penuh kasih sayang.
“Selamat pagi ayah, selamat pagi bunda dan selamat  pagi Raya” sapa Kia.
“Selamat pagi sayang, sudah siap ke gereja?” sapa bunda.
“Sudah dong bunda” jawab Kia
“Ayo kita berangkat” ajak ayah
Kia bersama keluarganya berangkat menuju gereja St. Fransiskus tempat biasa mereka beribadah. Mereka beribadah dengan sangat khusyuk, memuji keagungan tuhan Yesus.

Bapa kami yang ada di dalam surga dimuliakan nama-Mu,
Datanglah kerajaan-Mu jadi kehendak-Mu,
Di bumi seperti di dalam surga,
Berilah kami rejeki pada hari ini,
Dan ampunilah kesalahan kami,
Seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami,
Jangan masukan kami dalam cobaan,
Bebaskanlah kami yang jahat.

Kia pun beribadah dengan khusyuk dan didalam hatinya ia berdoa,
“Tuhan Yesus, jaga dan berkatilah keluargaku”.
Kia sangat mencintai keluarganya, ayah adalah idola dan panutan baginya sedangkan bunda adalah penyemangat hidupnya. Selama perjalanan pulang dari gereja ayah bertanya kepada Kia dan Raya,
“ Mau weekend kemana kita hari ini?”
 “Pantai yah pantai” teriak Raya gembira.
“Ah, kalau ke pantai Kia gak ikut ya ayah” potong Kia lemas.
“Kenapa memangnya sayang?” Tanya bunda halus.
“ Aku males aja bunda, pantai terus bosan bun” jawab Kia.
“Yah kak Kia gak asyik!” sahut Raya kesal.
“Yauda kalau kamu mau ke pantai pergi aja sana” jawab Kia ketus.
“Eh sudah-sudah, bagaimana kalo weekendnya kita pergi ke panti asuhan saja?” ajak ayah.
“Bunda setuju aja yah” jawab bunda.
“Nah kalo itu Kia setuju banget yah” jawab Kia semangat.
Kia memang sosok gadis yang bersahaja dan berjiwa sosial tinggi, ia sangat peduli terhadap sesama.
“Apa bagusnya ke panti asuhan? Gak ada pemandangan” cela Raya ketus.
“Kok Raya ngomongnya gitu? Banyak manfaatnya Raya ke panti asuhan” jawab Kia.
“Emang apa manfaatnya?” tanya Raya
“Raya, dengan pergi ke panti asuhan kita bisa berbagi kepada sesama yang nasibnya gak seberuntung kita” ayah menjelaskan.
Inilah yang membuat Kia sangat mengidolakan ayahnya, ayahnya adalah sosok yang selalu mengajarkannya akan arti kesederhanaan, berbagi, dan menolong sesama.
“Pergi ke panti asuhan juga bakal buat kita banyak saudara, Raya” tambah Kia.
Sejenak Raya terdiam memikirkan ucapan ayah dan kakaknya.
“Yah, Raya ikut ya ke panti asuhannya” sahut Raya setengah berteriak.
“Nah itu baru anak ayah dan bunda” jawab ayah.
Mereka pun memutuskan untuk tidak pulang kerumah tetapi langsung melanjutkan perjalanan ke panti asuhan. Setibanya di panti asuhan Kasih Bunda, ayah dan bunda menyerahkan sumbangan kepada pihak panti sedangkan Kia dan Raya berjalan-jalan keliling panti dan bercengkrama dengan penghuni panti..
“Kak kasihan mereka ya, gak punya ayah dan ibu” ucap Raya lirih.
“Iya Raya mereka gak seberuntung kita. Nah harusnya kita lebih bersyukur karena masih memiliki ayah dan bunda.” Jawab Kia halus sambil membelai rambut adiknya.
Kia ingin sekali menanamkan jiwa kepedulian terhadap sesama didalam diri adiknya.
“Kak, mereka disini kalo makan harus dijatah ya?” tanya Raya sambil berbisik.
“Iya sayang, semua itu dilakukan untuk mengajarkan mereka arti berbagi dan tidak menyia-nyiakan makanan. Nah mulai  sekarang Raya harus selalu menghabiskan makanan Raya ya” jelas Kia.
“Iya kak Raya janji” jawab Raya sembari tersenyum.
Hari pun menjelang sore, Kia bersama keluarganya berpamitan untuk meninggalkan panti. Selama diperjalanan pulang, Kia dan Raya tertidur pulas karena kelelahan.
Ketika malam tiba, semua keluarga berkumpul di ruang keluarga. Ayah sibuk menonton tv, bunda merajut, Raya belajar, dan Kia menghafal rumus-rumus fisika.
Tiba-tiba Raya beranjak mendekati ayah dan bunda lalu memeluk mereka.
“Ayah bunda, Raya sayang kalian” ucap Raya sambil menangis.
“Anak ayah kenapa? Ayah dan bunda juga sayang Raya kok” peluk ayah.
“Raya gak mau kehilangan ayah dan bunda” isak Raya.
“Sayang, kita semua gak akan ninggalin Raya kok kan kita sayang Raya” jawab bunda halus sambil membelai rambut Raya.
Kia menjelaskan apa yang dilihat Raya tadi siang di panti, dan akhirnya ayah dan bunda mengerti. Mereka sangat bangga pada Kia.
Malam pun telah larut Kia mulai memejamkan matanya, didalam hati Kia berkata,
“Terimakasih tuhan Yesus, kau berikan Kia dan Raya pelajaran dari anak-anak panti itu. Semoga Kia dan Raya akan menjadi manusia yang lebih baik lagi, amin”
Terbuailah Kia dalam bunga-bunga tidurnya.

Satu bulan kemudian,
Kehidupan Kia berjalan seperti biasanya, sebagai siswa berprestasi dan ramah di sekolahnya. Ia tidak pernah berkelakuan buruk disekolah maupun dirumah, sampai pada suatu hari dimana hari itu sangat dibencinya.
          “Siang bunda” teriak Kia ketika memasuki rumah.
“Eh Kia, kamu sudah pulang sayang?” sapa ayah.
Kia kaget karena tidak seperti biasanya ayah ada dirumah pada siang hari karena ayah selalu pulang sore hari dari kantor.
“Loh ayah kok ada dirumah? Ayah gak ngantor?” tanya Kia bingung.
“Ayah ada urusan sebentar makanya ayah pulang lebih cepat, Kia kenalkan ini tante Kiran isteri teman ayah om Dito” suruh ayah pada Kia.
“Kia tante, Kia masuk dulu ya tante” sapa Kia.
“Oh iya silahkan” jawab tante Kiran halus.
Kia tidak langsung menuju kamarnya namun ia menuju dapur tempat dimana bundanya berada. Ia penasaran dengan siapa tante Kiran itu.
“Bunda, siapa wanita didepan itu?” tanya Kia pada bunda.
“Oh itu, isterinya almarhum om Dito sayang” jawab bunda.
“Mau ngapain dia kesini bunda?” tanya Kia penasaran.
“Bunda juga belum tahu, tapi utntuk sementara ini dia bakal tinggal disini bersama kita” jawab bunda sambil menyiapkan makan siang.
“Kia gak suka ada orang baru bun dirumah kita” jawab Kia setengah berteriak dan langsung meninggalkan bunda. Kia merasa ada hal buruk yang akan menimpa keluarganya dengan kedatangan tante Kiran dirumahnya.
Malam harinya, tanpa sengaja Kia mendengar percakapan ayah dan bunda dikamar. “Tapi yah, bunda gak siap kalau cinta ayah harus terbagi dengan wanita lain” isak bunda.
“Cinta ayah gak akan terbagi bun, ayah janji kita akan hidup bersama dengan bahagia.” ayah meyakinkan bunda.
Seperti tersambar petir, hati Kia hancur mendengar itu semua. Bagaimana mungkin sosok ayah yang sangat di idolakannya sekarang menjadi orang yang sangat dibencinya.
“Mengapa ayah lakukan ini? Mengapa ayah mengkhianati cinta bunda? Apa ayah sudah tidak sayang kepada Kia dan Raya?” teriak batin Kia
Kia berlari menuju kamarnya dan menangis semalaman, ia pun tidak bisa tidur. Ucapan ayahnya masih terngiang-ngiang di telinganya.
“Tuhan Yesus, apa maksud dari semua ini? Sebentar lagi natal apakah ini kado natal yang kau berikan kepadaku? Sebuah kehancuran keluarga?” tanya Kia dalam hati.
Semenjak kejadian malam itu, Kia menjadi pemurung, mudah marah dan sering membuat onar baik dirumah maupun disekolah. Ia jadi sering pulang malam dan berdiam diri dikamar. Pada suatu sore, bunda mengajak Kia untuk berbelanja keperluan natal yang tinggal beberapa hari lagi.
“Kia sayang, kamu didalam nak?” tanya  bunda sambil mengetuk pintu kamar Kia.
“Iya bun aku didalam” jawab Kia malas.
“Kita pergi ke mall yuk sayang, cari pohon natal dan aksesorisnya” ajak bunda.
“Kia malas bun, bunda ajak Raya atau ayah saja”jawab Kia.
“Raya sedang latihan vocal grup untuk acara natal di gereja nanti sayang, kalo ayah mu sedang mengantar tante Kiran periksa kandungannya” ucap bunda.
“Hah ayah lebih mentingin wanita itu daripada keluarganya? Ayah macam apa dia?” teriak Kia geram.
“Kia jaga ucapanmu!! Dia itu ayahmu tidak sepantasnya kamu berkata seperti itu” jawab bunda.
“Ayah macam apa dia yang tega mengkhianati cinta isterinya, yang tega menyakiti hati anak-anaknya demi wanita lain! Apa dia pantas dipanggil ayah? Kia sudah muak bunda Kia bukan anak kecil yang bisa ayah dan bunda bohongi!” teriak Kia sambil memabanting pintu. Kia memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah.
“Maafkan Kia bun, Kia saudah menyakiti hati bunda” isak Kia dalam hati.

Beberapa hari kemudian,
 “Ayah, kemana lagi kita harus mencari Kia? Ia sudah tidak pulang dua hari ini, ia juga tidak sekolah yah”. tanya bunda sambil menangis.
“Apa kita lapor polisi saja bun?” tanya ayah.
“Jangan yah bunda yakin Kia pasti bakalan ketemu.” jwab bunda.
“Maafkan aku ya mbak, mas karena kehadiranku dirumah ini Kia jadi berubah” ucap tante Kiran lirih.
“Sudahlah Kiran, ini bukan salahmu. Kia mungkin belum bisa menerima semuanya.” ucap bunda pada tante Kiran.
Selama beberapa hari Kia memutuskan untuk tinggal disebuah gereja tua, ia tidak ingin pulang kerumah ia masih ingin sendiri. Di gereja tua itu ia bertemu seorang pendeta yang memberikan pencerahan padanya.
“Pulanglah kamu Kia pada keluarga mu, besok adalah malam kudus malam suci untuk semuanya. Berkumpullah kamu bersama kelurga mu dan berdoalah kamu agar mendapatkan jawaban dari semua masalah yang sedang kamu hadapi. Tuhan Yesus memberkatimu.” ucap sang pendeta.
Setelah mendengar ucapan pendeta, keesokan harinya Kia memutuskan
untuk pulang. Ia ingin melewati malam kudus tetapi tidak bersama keluarganya. Ia memasuki gereja St. Fransiskus tempat biasa ia beribadah dengan keluarganya namun kali ini ia sendiri. Didepan altar ia berdoa,
Tuhan Yesus, aku datang kehadapan-Mu. Aku tahu semua masalah yang datang padaku adalah ujian dari-Mu. Aku takkan membenci-Mu, aku tahu tangan-Mu akan selalu menolongku.”
“Andai saja ayah, bunda dan Raya ada disini sekarang pasti malam kudus ini akan jauh lebih indah.” desah Kia lirih.
“Kamu tidak sendiri Kia, ada ayah, bunda, Raya dan tante Kiran disini.” sapa ayah.
“Ayah, bunda.” teriak Kia sambil berlari memeluk ayah dan bunda.
“Maafkan ayah ya sayang yang gak menjelaskan semuanya sama kamu siapa sebenarnya tante Kiran.” ucap ayah.
Ayah pun menjelaskan kepada Kia siapa sebenarnya tante Kiran, pernikahan yang akan dilaksanakan antara ayah dan tante Kiran karena sebuah wasiat dari almarhum om Dito yang menginginkan ayah menjaga isterinya. Kia pun mulai mengerti dengan semuanya dan belajar menerima.
“Selama ayah bisa berlaku adil dan bunda bisa menerimanya, Kia juga akan belajar menerima semuanya.” jawab Kia.
“Terimakasih sayang.” ucap ayah.
“Terimakasih Kia.” ucap tante Kira.
“Terimakasih tuhan Yesus engkau berikan kado terindah di natalku tahun ini. Kau berikan aku seorang anggota baru dalam hidupku yang akan mengisi
hari-hariku.
Untuk mu ayah kau akan selalu menjadi idolaku dan kini aku bangga memiliki dua bunda dalam hidupku. Semoga damai natal menyertaiku selalu, amin.” ucap Kia dalam hati.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS